Sabtu, 15 Desember 2012

sejarah dan perkembangan ketoprak


                                                                                     Nama     : Eka Oktavianti
                                                                                                            NIM    : 110501111018

Sejarah dan Perkembangan  Ketoprak
A
pabila membicarakan tentang sejarah kethoprak, sangat susah mencari kebenaran lahirnya kethoprak pada tahun berapa. Karena banyaknya pendapat yang berbeda-beda tentang asal mula kethoprak. Kethoprak merupakan drama tari atau teater rakyat yang menggunakan media bahasa Jawa dengan ciri khas kenthongan sebagai pemandu iringan. Disebut drama tari karena pada awal perkembangannya pertunjukkan drama kethoprak menggunakan joged improfisasi. Kata kethoprak menurut Kuswaji Kawindra Susanto dalam Lokakarya tanggal 7-9 Febuari 1974 di Yogyakarta Kethoprak berasal dari kata Prak yang berasal dari bunyian Thiprak.
Menurut Ki Siswondo H.S. pimpinan grup kethoprak Siswobudaya, kata kethoprak berasal dari kata keciprak yang artinya suara air yang ditepuk dengan tangan. Ranggawarsita dalam Serat Pustakaraja Purwa Jilid 2, kethoprak adalah nama lain dari kata kothekan atau menabuh lesung pada sebagian masyarakat Jawa ketika terjadi bulan gerhana. Maksud dan tujuan menabuh lesung ini adalah untuk menghalau raksasa yang hendak menelan rembulan. Kethoprak adalah satu dari puluhan kesenian tradisional yang masih dapat bertahan hingga sekarang. Kesenian ini lahir sekitar tahun 1920 di Solo, namun mencapai puncaknya di Jogja sekitar tahun 1950an.

Beberapa sumber tentang asal mula kethoprak dalam buku Handung Kus Sudyarsana (1989:9):
1. Hasil penelitian Bagian bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia, menyatakan bahwa Kethoprak lahir di Surakarta pada tahun 1908, yang diciptakan oleh Raden Mas Tumenggung Wreksodiningrat. Pada awal tahun 1908 Raden Mas Tumenggung Wreksodiningrat mengadakan latihan kethoprak. Dalam latihannya beliau menggunakan alat tetabuhan, seperti lesung, sebuah terbang (rebana), sebuah seruling. Pemainnya terdiri dari Mbok gendro alias Nyi Badur dan ki wisangkoro. Nama gending-gendingnya megamendung, kupu tarung, menyusul kemudian gending trim, bak-bak, simah-simah, bluluk Tiba, dan Randha Ngangsu. Lakon yang dibawakan menceritakan tentang seorang petani yang sedang mencangkul di sawah di susul istrinya dengan membawakan makanan. Pakaian yang digunakan adalah pakaian sehari-hari para petani. Alat yang di bawa saat adegan adalah cangkul (pacul dalam bahasa jawa) dan tenggok ( tempat yang biasanya digunakan untuk jamu gendhong), yang penampilannya dilakukan dengan menari. Kadang-kadang menarinya dilebih-lebihkan hingga lucu. Maka dari itu banyak penonton menyebut sebagai penonton badutan. Dialog yang digunakan adalah dalam bentuk nyanyian atau tembang (dalam bahasa jawa).
2. Dalam buku jawa dan Bali dua Pusat Perkembangan Drama Tradisionil Zdi Indonesia, tulisan Sudarsono 1972 menyebutkan antara lain : “Kethoprak merupakan tarian rakyat yang belum begitu tua usiannya, kethoprak merupakan drama tari kerakyatan yang sesungguhnya, diciptakan oleh Raden Mas Tumenggung Wreksodiningrat dari surakarta tahun 1914.”
3. Dalam buku Ensiklopedia Umum, terbitan Kanisius, 1973 hlm.669 menerangkan :
Kethoprak, sandiwara rakyat khas Jawa Tengah, waktu lahirnya, siapa penciptanya tidak dapat dinyatakan secara pasti. Cerita-ceritanya diambil dari dunia kaum tani dengan maksud memajukan pertanian, juga cerita-cerita sejarah. Pakaian pelakunya sangat sederhana, celana hitam sampai lutut (tapak belo), baju kurung dan kain kepala. Gamelannya terdiri atas lesung (alat penumbuk padi), kendang, rebana dan “Keprak”, yang diselingi bunyi pukulan lesung sehingga disebut kethoprak.

Ada yang menerangkan bahwa Kethoprak lahir lebih kurang pada tahun 1887 di suatu desa bagian selatan Yogyakarta dan berupa pertunjukan yang dimainkan oleh anak-anak pada terang bulan dengan iringan bunyi-bunyian lesung dan benda-benda bersuara lainnya yang dapat ditemukan. Kemudian diteruskan oleh orang-orang dewasa yang membawakan cerita simbolis dan berlatar belakang kehidupan kaum petani.

4. Menurut Serat Pustaka Raja Purwa, lepas dari persoalan tempat lahir dan penciptanya, kethoprak benar-benar tumbuh dari rakyat dan untuk rakyat yang sebagian besar hidup dari pertanian. Dengan iringan lesung, seruling, keprak.
Dari beberapa pendapat di atas menurut penulis kethoprak masih belum jelas dimana, kapan, dan siapa yang menciptakannya. Menurut penelitian bahwa almarhum Raden Mas Tumenggung yang menciptakan pertama kali di surakarta (solo) dari hasil wawancara dari berbagai pihak masyarakat disana. Akan tetapi, kethoprak pada mulanya adalah dari para petani yang mengekspresikan kehidupan sehari-harinya dalam bentuk tarian dan nyanyian dengan iringan musik lesung dan keprak. Ini berarti bisa saja yang pertama kali menciptakan kesenian tradisional kethoprak adalah para petani itu sendiri dan dikembangkan oleh RMT Wreksodiningrat ke kota hingga sekarang.

Periodisasi berdasarkan ciri-ciri Kethoprak tersebut masih belum jelas dan masih membutuhkan penelitian. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan tentang periodisasi tersebut :
1. Periode Kethoprak Lesung
Periode ini lahir sekitar tahun 1887-1925 dengan menggunakan alat tetabuhan yang disebut lesung yaitu alat penumbuk padi yang terbuat dari kayu nangka atau jati. Di dalam perkembangannya ditambahkan alat bunyi-bunyi lain seperti potongan-potongan bamboo yang disebut kotekan.
Kethoprak lesung merupakan jenis kethoprak pada awal perkembangan seni kethoprak yang berhasil dicatat oleh para ahli. Kethoprak lesung adalah kethoprak yang menggunakan lesung sebagai iringannya. Jenis kethoprak ini berkembang sekitar akhir tahun 1800 sampai awal tahun 1900 (1887-1925).
Pada awal perkembangannya, seni kethoprak lesung berfungsi sebagai media hiburan yang syarat dengan makna religius. Hal ini terlihat pada pertunjukan kethoprak dalam acara ucapan syukur kepada penguasa alam dengan menabuh lesung atau kothekan. Pertunjukan drama dengan menabuh lesung pada jaman dulu dipercaya mampu mengundang dewi Sri sebagai dewi Kesuburan supaya turun ke bumi.
2. Periode Kethoprak Peralihan
Pada periode ini kethoprak beralih dari tetabuhan lesung ke tetabuhan campur. Yaitu alat musik yang digunakan sudah bertambah yang semula hanya instrument lesung sekarang ditambah dengan rebana dan biola. Lagu yang digunakan seperti pucung, mijil, dan lain-lain.Pementasannya semakin bervariasi dengan berbagai dan tingkatan. Ceritanya beragam, seperti menceritakan cerita rakyat daerah jawa Tengah. Pakaian yang digunakan bertambah satu jenis. Selain menggunakan pakaian jawa juga menggunakan busana kethoprak yang sering disebut stambulan atau mesiran. Pementasannya semakin atraktif. Masih bertujuan sebagai hiburan. Kethoprak peralihan hidup dan berkembang sekitar tahun 1925 sampai dengan tahun 1927
Ada pendapat lain mengenai perkembangan seni kethoprak. Pendapat tersebut menyatakan bahwa kethoprak lahir di Surakarta pada tahun 1900. Pada saat itu yang membina dan menghidupkan kethoprak adalah R.M. Tmg. Wreksodiningrat. Tahun 1908 R.M.Tmg. Wreksadiningrat mengadakan pertunjukan kethoprak dengan iringan lesung, alu, kendang, terbang, seruling dengan pemain Ki Wisangkara, Mbok Gendra / Ny. Badhor. Ciri-ciri kethoprak pimpinan R.M.Tmg. Wreksadiningrat adalah :
- Tembang atau lagu gendhing menggunakan lagu Mego Mendhung, Kupu tarung dilanjutkan lagu Srimbat-mbat, Simah-simah, Bluluk tiba dan Randha Ngangsu.
- Wujud dialognya menggunakan tembang dan percakapan sehari-hari.
- Ceritanya sangat sederhana.
- Iringan menggunakan lesung, alu, kendang, terbang, seruling.
Pada tanggal 5 Januari 1909 ketika perkawinan Sri Pakualam VII dengan Kanjeng Putri Retno Puwasa putra kanjeng PB 10, keraton Surakarta mengadakan pertunjukan kethoprak dengan sangat mewah dan glamour. Setelah kejadian tersebut seni kethoprak sering digelar di dalam keraton.
Pada tahun 1924 Ki Wisangkara abdi dalem kraton Surakarta mendirikan Grup Sambeng. Untuk kelangsungan hidup pemain kethoprak, pada tahun ini Ki Wisangkara menjual karcis pentas di Madyataman dengan pemain Jaya Truna Rese.
Pada tahun ini pula, Ki Wisangkara menerima perintah dari P. Prangwadana untuk menebang pohon nangka di pelataran dalem Prang Wadanan untuk dibuat lesung. Sebelum menebang pohon nangka, Ki Wisangkara berpuasa 40 hari. Setelah ditebang batang pohon nangka kemudian dibuat lesung. Lesung tersebut kemudian diberi nama Kyai Wreksotomo. Pada tahun 1925-an lesung Kyai Wreksotomo digunakan untuk mengiringi kethoprak.
Perkembangan selanjutnya kethoprak mulai masuk ke Yogyakarta pertama kali di kampung Demangan. Kethoprak dari Surakarta selanjutnya berkembang pesat di Yogyakarta, sedang di Surakarta sendiri kuantitasnya mulai menurun dan meredup.

3. Periode Kethoprak Gamelan

Pada periode ini kethoprak sudah tidak menggunakan instrument-instrument campur seperti pada kethoprak peralihan. Tetapi sudah menggunakan gamelan nada slendro dan pelog dan keprak. Cerita kethoprak pada periode ketiga tidak hanya cerita rakyat bahkan cerita-cerita ragam babad, sejarah, panji bahkan cerita-cerita luar negeri.
Perkembangan cerita kethoprak makin diperkaya sebagai cerita fiktif, bahkan masih berbentuk naskah. Sebagian juga menggunakan latar belakang babad dan sejarah. Bahasa yang digunakan adalah bahasa jawa tingkat karma(halus), karma madya (sedang), ngoko (kasar) dan karma desa (halus untuk orang desa). Gending-gending yang digunakan semakin bervariasi.
Kethoprak gamelan dimulai tahun pada 1927. Kethoprak gamelan adalah kethoprak yang menggunakan gamelan lengkap sebagai iringannya. Kethoprak gamelan mula-mula hanya dipentaskan di pendhopo rumah sehingga sering disebut dengan istilah kethoprak pendhapan.
Pertunjukan kethoprak pendhapan ini kemudian dilakukan di luar pendhapa rumah. Pertunjukkan kethoprak gamelan yang berada di luar pendhapa kemudian ditiru kelompok-kelompok kethoprak yang berkembang saat itu. Pada mulanya kethoprak gamelan masih menggunakan lesung sebagai pelengkap iringan, tetapi lama-kelamaan lesung ditinggalkan dan hanya menggunakan gamelan saja.
http://jagadkampoeng.files.wordpress.com/2009/05/ketoprak1.jpg?w=490               http://www.lpmjournal.com/wp-content/uploads/2011/12/9.jpg
Ketoprak lesung                                                                      ketoprak gamelan
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6yqrZIUpaeSdgouJ0knUN5W-2iVKVyu7s9fVaAwBN8eTewyu3HHbQT6dgTPNeS2BVEe3rmNEbO7dWZ9GABErddao3YoUhBmfHsFEv6qrP6jwXfbDIJwIMkNI6p2l8Poj4Q9K-uu8x_PQ/s1600/13.jpg               https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhw9n7cMu_RP17nYwS3SBSuI6z9T8NbsVWJo73BnEPxuO1FWNg-kJLBk6QGNar_PYKb8qe3583Hf1HgPHH6CuuWgR-zf11I2RVzkhulYOIHCJfCjDK530ve2vt19DD6tnr8Z8IgNTSTRc4b/s1600/ketoprak-004.jpg